Puteri Komarudin Pastikan RUU HPP Prioritaskan Kepentingan Masyarakat dan UMKM
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin. Foto: Dok/man
Pemerintah dan Komisi XI DPR RI sepakat untuk meneruskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan (RUU KUP) yang kemudian disepakati menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ke Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan pada Rapat Paripurna DPR RI. Terkait hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menegaskan RUU HPP ini dipastikan memihak kepentingan masyarakat dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
“Sejak awal, kami konsisten menolak rencana kenaikan tarif PPN karena akan sangat berpengaruh terhadap kondisi daya beli masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih akibat pandemi. Namun, di satu sisi, kami juga pahami bahwa penerimaan negara masih belum optimal. Maka, pada saat pembahasan lalu, kami sepakati agar kenaikan dilakukan secara bertahap sambil terus memantau kondisi perekonomian supaya tidak merusak momentum pemulihan yang sedang berlangsung,” ujar Puteri dalam keterangan persnya, Jumat (1/10/2021).
Menurut Puteri, sepanjang pembahasan RUU Fraksi Partai Golkar memperjuangkan penghapusan ketentuan PPN multitarif yang kemudian berhasil disepakati. Dirinya pun menyampaikan apresiasi atas kebijaksanaan pemerintah menyepakati pembatalan usulan tersebut. “PPN multitarif justru menimbulkan kompleksitas dalam administrasi dan peningkatan biaya pemeriksaan,” kata legislator dapil Jawa Barat VII ini.
Puteri juga menyampaikan catatan dari Fraksi Partai Golkar terkait potensi pemajakan berlebihan dalam ketentuan terkait pengenaan PPN bagi sejumlah barang dan jasa yang sebelumnya tidak dikenakan. “Potensi ini akhirnya terhindari dengan disepakatinya barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan medis, jasa keuangan, jasa asuransi serta sejumlah jasa lainnya untuk mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan. Kami menilai barang dan jasa tersebut sangat dibutuhkan masyarakat,sehingga apabila dikenakan PPN justru akan menambah beban dan melemahkan konsumsi masyarakat,” tutur Puteri.
Lebih lanjut, Puteri mengatakan bahwa kekhawatiran itu juga dapat terhindari berkat kesepakatan dihapusnya norma baru mengenai pajak penghasilan minimum (alternative minimum tax atau AMT) dalam RUU HPP. “Terkait AMT, sikap kami tetap menolak rencana tersebut. Usulan tersebut justru menambah beban bagi pelaku usaha yang mengalami kerugian sehingga dapat memicu penutupan usaha hingga PHK. Selain itu, rencana ini juga kurang mendukung iklim investasi yang berpotensi keluarnya investor dari Indonesia. Tentu hal ini akan besar dampaknya bagi usaha rintisan yang masih dalam tahap pengembangan,” tegasnya.
Puteri juga mengapresiasi kesepakatan terkait insentif bagi Wajib Pajak UMKM untuk kembali pada ketentual awal dalam Pasal 31 E UU Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). “Kami menolak usulan penghapusan insentif tersebut karena sektor UMKM perlu mendapatkan dukungan afirmasi untuk dapat bertahan dari dampak pandemi dan terus mampu menopang perekonomian kita,” tandasnya. (ann/sf)